News
14-03-2013 10:51
Majalah Akuntan Indonesia - ASEAN Free Trade Area (AFTA)
2015 semakin membayang di pelupuk mata. Momentum liberalisasi
perdagangan dan jasa tersebut tidak hanya melahirkan secuil harapan,
tapi justru badai kegelisahan bagi para akuntan. Kekalahan dari segi
kuantitas, ‘kualitas’, dan bahasa internasional akuntan nasional
dibandingkan negara tetangga menjadi kekhwatiran tak berujung, dalam
kompetisi AFTA 2015 mendatang. Akankan kita menjadi ‘macan ompong’ yang
kebingungan di negeri sendiri ?
Liberalisasi jasa akuntan se-ASEAN dalam kerangka AFTA 2015, tampaknya bukanlah masalah enteng
bagi keprofesian. Persaingan ketat dengan akuntan-akuntan negara
tentangga pada medan tersebut, baukanlah persoalan mudah, bila merujuk
posisi kekuatan daam peta ASEAN. Kita masih kalah dari segi jumlah. Tak
sedikit pula yang menyangsikan kualitas kompetensi akuntan Indonesia
bila dibandingkan dengan akuntan-akuntan dari Malaysia, Singapura, dan
Filipina.
Data
Jumlah Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing negara menyebutkan,
yang menjadi anggota IAI hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan
Malaysia (27.292), Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand
(51.737). Berdasarkan data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai
(PPAJP) Kementerian Keuangan jumlah akuntan publik di Indonesia juga
tidak kalah memprihatinkan dibandingkan dengan negara tetangga. Dengan
hanya bermodal 1.000 orang akuntan publik pada tahun 2012, Indonesia
tertinggal jauh dengan Malaysia (2.500 akuntan publik), Filipina (4.941
akuntan publik), dan thailand (6.000 akuntan publik).
Padalah
Indonesia adalah negara yang besar, dengan perkembangan ekonomi yang
mengesankan dan suberdaya alam melimpah, sehingga dibutuhkan banyak
akuntan berkualitas untuk mengawal pembangunan ekonomi agar semakin
efisien dan efektif dengan kekuatan integritas, transparansi, dan
akuntabilitas. Bagi akuntan-akuntan luarnegeri, pasar ekonomi Indonesia
adalah medan ekonomi yang menarik dan gurih untuk dicicipi.
Saat
ini berdasarkan informasi dari Kepala PPAJP Kementerian Keuangan,
Langgeng Subur, Indonesia telah membuka pintu untuk jasa tata buku
non-perpajakan. Untuk jasa akuntan publik seperti jasa audit, Indonesia
masih sangat berhati-hati untuk mengijinkan liberalisasi jasa ini.
“walaupun Indonesia berusaha menahan liberalisasi jasa akuntan
ini, namun kita harus tunduk pada perjanjian AFTA 2015 yang harus
membuka jasa ini untuk lingkup ASEAN pada tahun 2015”, demikian kata
Langgeng Subur.
Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi terkemuka dan visioner
sendiri tak ingin berdiam diri dalam sengkarut kegelisahan tersebut.
Program-program manis dan membumi direalisasikan dengan penuh totalitas
kepada dunia keprofesian, juga yang tak diabaikan adalah, etika, dan leadersip.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar yang menjadi keynite speaker
dalam Ultah IAI ke-55 tersebut mengusung tema, ‘Arah Regulasi Profesi
Akuntan Indonesia dalam Menyongsing AFTA 2015’. Menurut Wamenkeu, para
pemimpin negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk mempercepat
pembentukan Komunitas ASEAN tahun 2015 yang diusulkan dalam visi 2020
ASEAN dan ASEAN Concord II, serta menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.
Untuk itu, para pemimpin Negara ASEAN bakal menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA)
untuk profesi Akuntan di ASEAN sebagai persiapan menjelang liberalisasi
jasa dan perdagangan ASAN 2015 tersebut. Dengan demikian, semua
pemimpin Negara ASEAN sepakat untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan
pergerakan bebas barang , jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan
aliran modal, termasuk jasa akuntan.
Cuma
sayangnya, Wamenkeu menilai daya saing akuntan Indonesia asih belim
menggembirakan bila dibandingkan dengan akuntan negara-negara lainnya
karena kesadaran para akuntan untuk updating keilmuan masih
terbatas. “Pemerintah pun berkomitmen bakal menuntut akuntan untuk
senantiasa memperbaharui keilmuan mereka, sehingga kompetensi dan
profesionalisme mereka senantiasa terpelihara dari masa ke masa,” tegas
Mahendra.
Dan
untuk meningkatkan kualitas akuntan tersebut, kata Mahendra sat
pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2012
tentang Komite Profei Akuntan Publik yang sudah ditandatangani 15
Oktober 2012 lalu. Regulasi ini sebagai aturan turunan sebagai amanat UU
No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
“PP
itu menugaskan Menteri Keuangan untuk membentuk Komite Etik Profesi
Akuntan. Pembentukan komite ini bertujuan meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pembinaan, peberdayaan, dan pengawasan terhadap
profesi akuntan publik dalam melindungi masyarakat,” kata Wamenkeu.
Ketua DPN IAI Prof. Mardiasmo mengingatkan tanggung jawab kualitas dan kuantitas akuntan sebagai soft infrastructure
pembangunan ekonomi bangsa bukan hanya berada di pundak asosiasi
profesi seperti IAI, tapi juga harus bersinergi dengan regulasi
pemerintah. “Kita berharap pemerintah dapat membantu asosiasi profesi
meningkatkan kuantitas dan kualitas akuntan di Indonesia dengan membuat
regulasi yang mendukung IAI siap menjadi mitra pemerintah daam
memperkuat profesi Akuntan,” imbuhnya.
Sementara
itu Direktur Eksekutif IAI Elly Zarni Husin mengemukakan sebaran
akuntanpublik yang berjumlah seribuan jumlahnya tidak merata karena
lebih dari 50% berada di Jakarta. Kualitas akuntan dalam menghadapi AftA
2015 juga menjadi perhatian federasi akuntan internasional (IFAC),
akuntan sebagai profesional harus senantiasa memutakhirkan ilmu dan
keahlian mereka. Untuk memperkuat kompetensi angotanya, pada HUT IAI
tahun ini IAI juga meluncurkan gelar ‘Chartered Accountant’ kepada anggota utamanya.
“Gelar CA atau chartered accountant
akan dianugrahkan kepada angota utama IAI. Pemegang gelar ini akan
wajib mengukuti kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjuatan (PPL)
yang diselenggarakan oleh IAI atau badan-badan lain yang disetujui. Hal
ini untuk memastikan akuntan anggota IAI senandtiasa meningkatkan
kompetensinya.” Jelas Elly. ETW/AFM
Sumber : http://www.iaiglobal.or.id
Post by : Rhafica Azmi