Kamis, 14 Maret 2013

Long Term Liabilities (Kewajiban Jangka Panjang)

 


Kewajiban Jangka panjang memiliki karakteristik, jangka waktu kurang dari 1 tahun, transaksi terjadi pada masa lalu yang memiliki manfaat di masa depan, dan memiliki ketentuan dan pembatasan contohnya suku bunga, jatuh tempo, provisi penarikan, jaminan, dsb.

Ada 5 jenis kewajiban jangka panjang, yaitu :
1. Hutang Obligasi
2. Wesel Bayar Jangka Panjang
3. Hutang Hipotik
4. Kewajiban Pensiun
5. Kewajiban lease

1.Hutang Obligasi 
 
   Obligasi yaitu surat utang yang berbentuk sertifikat yang bisa dipecah menjadi unit-unit terkecil dan memiliki nilai nominal yang dapat dijual langsung melalui bank investasi, pasar sekunder (bursa) dengan pembayaran bunga secara periodik.

Jenis Obligasi
a. Dengan jaminan dan tanpa jaminan
    contoh dengan jaminan, obligasi hipotik dengan jaminan berupa klaim atas real estat; obligasi jaminan saham atau obligasi perusahaan lain
    contoh obligasi tanpa jaminan, obligasi beresiko tinggi
b. Berjangka; berseri dan dapat ditebus
    Berjangka, punya 1 tanggal jatuh tempo
    Berseri, punya beberapa tanggal pembayaran angsuran
    Dapat ditebus, hak penerbit untuk menarik obligasi sebelum jatuh tempo
c. Konvertibel, didukung komoditas, diskonto besar
    Konvertibel, bisa dikonversi menjadi sekuritas lain
    Didukung komoditas, bisa ditebus dengan komoditas (cth : minyak, dsb)
    Diskonto besar, bunga dalam bentuk lain, bukan tunai
d. Atas nama dan atas unjuk
    Atas nama, diterbitkan atas nama pemilik
    Atas unjuk, tidak atas nama dan bisa ditransfer ke pemilik lain
e. Obligasi Laba dan Pendapatan
    Laba, Bunga hanya dibayar jika ada laba

Post by : Rhafica Azmi

OJK WAJIBKAN IMPLEMENTASI IFRS DI INDONESIA

News
08-03-2013 09:22

Otoritas Jasa Keuangan menilai penerapan IFRS sebagai standard global dalam pelaporan keuangan merupakan sebuah keniscayaan di Indonesia. Namun OJK akan memastikan kesiapan pihak sebelum mewajibkan semua institusi keangan di bawah pengawasannya untuk menerapkan sistem ini.

Ketua OJK, Muliaman D Hadad menyatakan, OJK sebagai otoritas keuangan di Indonesia ingin mengimplementasikan standar akuntansi yang baik yang juga telah diterapkan di negara lain. Sehingga ketika dibandingkan, institusi keuangan di Indonesia dengan negara lain berada pada posisi yang sama.

“Sebagai negara anggtota G20 dan penganut ekonomi terbuka, Indonesia perlu menganut sistem pelaporan keuangan yang diterima secara global. Karena itulah Indonesia sudah mulai mengadopsi IFRS,” ujar Muliaman di sela-sela seminar bertajuk “IFRS Dynamic and beyond Impact to Indonesia” yang berlangsung hari ini di Hotel JW Mariot, Jakarta.

“Dengan mengadopsi prinsip-prinsip tersebut akan mudah bai institusi keuangan kita, karena dunia internasional memandang situasi di Indonesia bisa terfleksi dari laporan keuangan yang berlaku secara global. Dan itu akan memancing minat mereka untuk berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Muliaman, keterbukaan dan transparansi akan mendorong investor lebih tertarik untuk investasi di Indonesia. Karean itu OJK mendukung proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Apalagi Muliaman menyadari untuk proses implementasi ini untuk membutuhkan upaya tidak kecil karena itu perlu ada tahapan dalam implementasinya, agar para pelaku di Industri tidak kaget.

“kita masih pada tahap awal untuk meningkatkan best practise penerapan IFRS di Indonesia,” ujarnya. Saat ini Indonesia baru menerapkan IFRS 2009, sementara sejumlah negara sudah mulai mengimplementasikan IFRS terbaru 2013.

Sumber : http://www.iaiglobal.or.id

Post by : Rhafica Azmi 

Akuntan Indonesia Gamang Menghadapi AFTA 2015

 


News
14-03-2013 10:51

Majalah Akuntan Indonesia - ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 semakin membayang di pelupuk mata. Momentum liberalisasi perdagangan dan jasa tersebut tidak hanya melahirkan secuil harapan, tapi justru badai kegelisahan bagi para akuntan. Kekalahan dari segi kuantitas, ‘kualitas’, dan bahasa internasional akuntan nasional dibandingkan negara tetangga menjadi kekhwatiran tak berujung, dalam kompetisi AFTA 2015 mendatang. Akankan kita menjadi ‘macan ompong’ yang kebingungan di negeri sendiri ?

Liberalisasi jasa akuntan se-ASEAN dalam kerangka AFTA 2015, tampaknya bukanlah masalah enteng bagi keprofesian. Persaingan ketat dengan akuntan-akuntan negara tentangga pada medan tersebut, baukanlah persoalan mudah, bila merujuk posisi kekuatan daam peta ASEAN. Kita masih kalah dari segi jumlah. Tak sedikit pula yang menyangsikan kualitas kompetensi akuntan Indonesia bila dibandingkan dengan akuntan-akuntan dari Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Data Jumlah Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing negara menyebutkan, yang menjadi anggota IAI hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan Malaysia (27.292), Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand (51.737). Berdasarkan data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan jumlah akuntan publik di Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan dibandingkan dengan negara tetangga. Dengan hanya bermodal 1.000 orang akuntan publik pada tahun 2012, Indonesia tertinggal jauh dengan Malaysia (2.500 akuntan publik), Filipina (4.941 akuntan publik), dan thailand (6.000 akuntan publik).

Padalah Indonesia adalah negara yang besar, dengan perkembangan ekonomi yang mengesankan dan suberdaya alam melimpah, sehingga dibutuhkan banyak akuntan berkualitas untuk mengawal pembangunan ekonomi agar semakin efisien dan efektif dengan kekuatan integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Bagi akuntan-akuntan luarnegeri, pasar ekonomi Indonesia adalah medan ekonomi yang menarik dan gurih untuk dicicipi.

Saat ini berdasarkan informasi dari Kepala PPAJP Kementerian Keuangan, Langgeng Subur, Indonesia telah membuka pintu untuk jasa tata buku non-perpajakan. Untuk jasa akuntan publik seperti jasa audit, Indonesia masih sangat berhati-hati untuk mengijinkan liberalisasi jasa ini.

“walaupun Indonesia berusaha menahan liberalisasi jasa  akuntan ini, namun kita harus tunduk pada perjanjian AFTA 2015 yang harus membuka jasa ini untuk lingkup ASEAN pada tahun 2015”, demikian kata Langgeng Subur.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi terkemuka dan visioner sendiri tak ingin berdiam diri dalam sengkarut kegelisahan tersebut. Program-program manis dan membumi direalisasikan dengan penuh totalitas kepada dunia keprofesian, juga yang tak diabaikan adalah, etika, dan leadersip.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar yang menjadi keynite speaker dalam Ultah IAI ke-55 tersebut mengusung tema, ‘Arah Regulasi Profesi Akuntan Indonesia dalam Menyongsing AFTA 2015’. Menurut Wamenkeu, para pemimpin negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN tahun 2015 yang diusulkan dalam visi 2020 ASEAN dan ASEAN Concord II, serta menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Untuk itu, para pemimpin Negara ASEAN bakal menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk profesi Akuntan di ASEAN sebagai persiapan menjelang liberalisasi jasa dan perdagangan ASAN 2015 tersebut. Dengan demikian, semua pemimpin Negara ASEAN sepakat untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan pergerakan bebas barang , jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal, termasuk jasa akuntan.

Cuma sayangnya, Wamenkeu menilai daya saing akuntan Indonesia asih belim menggembirakan bila dibandingkan dengan akuntan negara-negara lainnya karena kesadaran para akuntan untuk updating keilmuan masih terbatas. “Pemerintah pun berkomitmen bakal menuntut akuntan untuk senantiasa memperbaharui keilmuan mereka, sehingga kompetensi dan profesionalisme mereka senantiasa terpelihara dari masa ke masa,” tegas Mahendra.

Dan untuk meningkatkan kualitas akuntan tersebut, kata Mahendra sat pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2012 tentang Komite Profei Akuntan Publik yang sudah ditandatangani 15 Oktober 2012 lalu. Regulasi ini sebagai aturan turunan sebagai amanat UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

“PP itu menugaskan Menteri Keuangan untuk membentuk Komite Etik Profesi Akuntan. Pembentukan komite ini bertujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pembinaan, peberdayaan, dan pengawasan terhadap profesi akuntan publik dalam melindungi masyarakat,” kata Wamenkeu.

Ketua DPN IAI Prof. Mardiasmo mengingatkan tanggung jawab kualitas dan kuantitas akuntan sebagai soft infrastructure pembangunan ekonomi bangsa bukan hanya berada di pundak asosiasi profesi seperti IAI, tapi juga harus bersinergi dengan regulasi pemerintah. “Kita berharap pemerintah dapat membantu asosiasi profesi meningkatkan kuantitas dan kualitas akuntan di Indonesia dengan membuat regulasi yang mendukung IAI siap menjadi mitra pemerintah daam memperkuat profesi Akuntan,” imbuhnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif IAI Elly Zarni Husin mengemukakan sebaran akuntanpublik yang berjumlah seribuan jumlahnya tidak merata karena lebih dari 50% berada di Jakarta. Kualitas akuntan dalam menghadapi AftA 2015 juga menjadi perhatian federasi akuntan internasional (IFAC), akuntan sebagai profesional harus senantiasa memutakhirkan ilmu dan keahlian mereka. Untuk memperkuat kompetensi angotanya, pada HUT IAI tahun ini IAI juga meluncurkan gelar ‘Chartered Accountant’ kepada anggota utamanya.

“Gelar CA atau chartered accountant akan dianugrahkan kepada angota utama IAI. Pemegang gelar ini akan wajib mengukuti kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjuatan (PPL) yang diselenggarakan oleh IAI atau badan-badan lain yang disetujui. Hal ini untuk memastikan akuntan anggota IAI senandtiasa meningkatkan kompetensinya.” Jelas Elly. ETW/AFM

Sumber : http://www.iaiglobal.or.id 

Post by : Rhafica Azmi